NKRI DI ATAS NERACA; Sebuah Refleksi Kedaulatan, Ketahanan, dan Kesejahteraan Negara

on Minggu, 11 November 2012

NKRI DI ATAS NERACA;
Sebuah Refleksi Kedaulatan, Ketahanan, dan Kesejahteraan Negara

Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar di dunia yang antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut. Sebagai sebuah negara maritim Indonesia memiliki nilai strategis yang memperoleh pengakuan dari dunia internasional.
Laut bagi bangsa Indonesia memiliki arti sebagai medium pertahanan dan keamanan negara yang berorientasi pada perkembangan lalu lintas laut dan jenis kapal yang beraneka ragam dengan segala macam dampaknya bagi negara Indonesia. Selain itu, laut juga sebagai medium harapan masa depan. Hal itu karena secara ekonomis, laut dapat mencadangkan sumber-sumber kekayaan laut.
Dengan jumlah dan jenis kekayaan laut yang beragam serta letak Indonesia pada posisi silang jalur laut menyebabkan kerawanan yang diakibatkan oleh konflik antarindividu maupun negara dalam menyelenggarakan kepentingan masing-masing. Konflik ini semakin tajam manakala manusia menyadari bahwa sumber daya alam di darat semakin berkurang dan kemajuan IPTEK kelautan lebih menjanjikan untuk melaksanakan eksploitasi dan eksplorasi di laut. Penegakan kedaulatan di laut tidak dapat dilaksanakan tanpa memahami batas wilayah / wilayah teritorial serta peraturan-peraturan perundangan yang mendasari penegakan kedaulatan tersebut yang secara keseluruhan pada hakekatnya bersifat dan bertujuan untuk ketertiban, keamanan (security), dan kesejahteraan (prosperity) dengan memperhatikan hubungan internasional (international relation).
Pada era globalisasi, kejahatan di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga justru tampak terabaikan. Perbatasan seolah teralienasi dari hiruk-pikuk kemajuan negara. Hal tersebut akan menguntungkan pelaku kejahatan lintas negara. Hampir semua jenis kejahatan tingkat lintas negara yang bernilai ekonomi tinggi memanfaatkan kelemahan di kawasan perbatasan.
Penetapan dan penegakan batas wilayah merupakan hal yang sangat krusial karena menyangkut kedaulatan wilayah Indonesia di laut. Aspek perekonomian (pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan), dan aspek hankam serta stabilitas kawasan merupakan hal yang fital dalam sebuah sistem kenegaraan.
Ini merupakan sebuah ironi jika Indonesia sebagai pelopor konsep negara kepulauan lantas nantinya tertinggal dalam pengamanan kedaulatan wilayahnya. Sekiranya hal ini terjadi maka posisi Indonesia secara geopolitik akan lemah. Jika sudah lemah dapat memicu berbagai sengketa di wilayah laut yang sulit diatasi, apalagi dengan kekuatan militer maritim yang demikian kecil. Peristiwa Sipadan/Ligitan dan peristiwa Ambalat merupakan peringatan dini terhadap kemungkinan masalah lebih besar di kemudian hari.
Wilayah laut yang demikian luas dengan pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumber daya alam seperti ikan dan terumbu karang, minyak dan gas bumi, serta mineral. Akses-akses itu merupakan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, laut juga dapat dimanfaatkan sebagai wilayah wisata bahari yang tidak kalah ekonomisnya dengan hal-hal di atas. Namun sayangnya keuntungan yang luar biasa di atas sebagai konsekuensi jati diri bangsa nusantara tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan. Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan identitas. Di satu pihak, Indonesia mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memosisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang belum sanggup disejahterakan,
               Berbagai rencana di bidang kelautan dan kemaritiman dibuat dan dideklarasikan, namun kelembagaan kelautan, pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia belum pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional yang didominasi oleh kepentingan daratan semata. Dewan Kelautan Nasional memang dibuat tetapi dengan mandat terbatas dan menduduki hirarki yang tidak signifikan dalam kelembagaan pemerintahan.
               Di balik semua itu, masyarakat di sekitar perbatasan sampai saat ini  masih mengalami nasib yang memperihatinkan karena minimnya perhatian pemerintah. Perbedaan mencolok terlihat antara masyarakat wilayah pusat dengan wilayah perbatasan dan sekitarnya. Di wilayah perbatasan tampak bangunan sangat sederhana atau kasarnya disebut gubuk. Kondisi jalan juga memprihatinkan dan infrastruktur yang ada jelas tidak sedap dipandang mata, bahkan bisa memilukan hati. Sebaliknya, di wilayah pusat, terdapat jalan berhotmix dua arah dan banyak bangunan megah, bahkan jika malam tiba, jutaan lampu warna-warni berkelap-kelip memancarkan keindahan yang bisa menarik siapa pun untuk mengunjunginya. Namun di kawasan perbatasan, hanya ada penerangan sekedarnya menggunakan penerangan dengan minyak gas, damar dan sejenisnya. Hal itu menyebabkan desa-desa tersebut pada umumnya masih sangat terisolir, tertinggal, dan terbelakang dengan tingkat kesejahteraan penduduk rendah. Fenomena itu disebabkan terbatasnya ketersediaan sarana transportasi, informasi, dan komunikasi. Kondisi ini berakibat pada ketergantungan hidup penduduk perbatasan dengan negara tetangga masih sangat tinggi,
               Sungguh ironi memang, kondisi inilah yang membuat banyak warga Indonesia di perbatasan memiliki identitas atau ber-KTP ganda, yakni satu identitas bewarga negara Indonesia, sedangkan identitas lainnya tercatat sebagai warga negara tetangga. Hal ini dilakukan warga agar mereka mudah keluar dan masuk ke negeri orang, karena di negeri itu tercukupi segala kebutuhan yang diinginkan, baik untuk keperluan jual beli maupun keperluan pribadi, bahkan yang lebih mencengangkan dan harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah, banyak warga perbatasan yang eksodus (bersama-sama orang banyak pindah warga negara).
               Persoalan yang mendera warga di daerah perbatasan itu akibat dari keterisoliran mereka yang dibiarkan selama puluhan tahun oleh pemerintah. Selain itu batas kepulauan yang ada di Indonesia selama ini tidak dilengkapi dengan pagar atau pembatas yang menjadi rambu-rambu bagi negara lain jika memasuki wilayah NKRI. Akibatnya, sering terjadi insiden warga negara asing memasuki wilayah teritorial Indonesia baik di kawasan darat maupun laut.
Untuk mengatasi ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, namun perlu campur tangan masyarakat pedalaman (perbatasan), sehingga perbatasan bukan menjadi pintu belakang seperti yang terjadi selama ini, namun perbatasan harus menjadi beranda depan negara. Penanganan perbatasan bukan hanya menjadi isu kabupaten dan provinsi, namun juga menjadi permasalahan nasional, bahkan telah menjadi isu internasional.
Masalah yang cukup komplek dan berat antarawilayah pusat dan perbatasan yang terlihat yaitu berupa:
1. Kesenjangan dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolak antarwilayah, antardesa, antarkota, dan antarsektor ekonomi.
2. Kurangnya peranan dan keterkaitan sektor moderen terhadap sektor tradisional.
3. Terbatasnya sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Masih rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap fasilatas berusaha, sehingga menjadi kendala menarik investasi.
5. Terbatasnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana.
6. Keadaan topografi yang berat, sebagian besar gunung-gunung, sehingga sulit dijangkau program pembangunan.
Nasib warga di perbatasan yang sangat memprihatinkan dapat ditilik melalui fasilitas pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang masih minim. Masih banyak desa yang terisolir karena tidak memiliki akses jalan darat. Bahkan ada beberapa desa yang tidak bisa ditempuh melalui jalan air maupun jalan darat, sehingga untuk mencapai daerah tertentu harus menggunakan pesawat terbang.
Melihat realita kawasan perbatasan tersebut tentu saja akan menjadi pemicu munculnya rasa prihatin dari semua pihak yang peduli dan menaruh perhatian terhadap pembangunan kawasan perbatasan. Hali itu mengingat betapa penting dan strategisnya peranan kawasan perbatasan, baik dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya maupun dari sudut pandang pertahanan dan keamanan serta kedaulatan negara.
Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki persamaan yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat. Kondisi itulah yang membuat munculnya gerakan separatisme yang mengemuka di daerah-daerah perbatasan. Mereka memperjuangkan haknya dengan jalan pintas seperti yang dilakukan oleh Papua dan Aceh.
Untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan harus menjadi perhatian utama. Pengamanan wilayah NKRI harus dilakukan melalui pendekatan beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis batas negara. Pengamanan wilayah NKRI juga dapat dilakukan melalui pendekatan pembangunan kesejahteraan, politik, hukum, dan keamanan dalam program pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diharapkan dapat menghasilkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Di sadari atau tidak, peran masyarakat daerah perbatasan sebenarnya memiliki peranan sentral dalam proses pertahanan dan keamanan negara, khususnya di wilayah perbatasan. Sebenarnya dalam proses penjagaan di daerah perbatasan tidaklah perlu mengerahkan tentara yang banyak untuk berjaga di sana. Cukup berilah perhatian penuh pada masyarakat tertinggal yang hidup di perbatasan tersebut, cukupi kebutuhannya dan buka akses jalan, berikan teknologi dan  pendidikan yang layak, buat mereka percaya terhadap pemerintah dan tumbuhkan semangat cinta tanah air dalam benak mereka. Jika sudah demikian maka tanpa disuruh  mereka akan dengan sendirinya menjaga pulau dan daerah mereka dari ancaman negara luar dengan sendirinya.
Selain itu, untuk meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian yang ada di daerah perbatasan, pemerintah bisa memberdayakan penduduk yang ada di perbatasan dengan membuat pos-pos penjagaan yang tidak hanya dijaga oleh tentara saja, melainkan warga setempat juga. Berilah pengertian pada masyarakat setempat bahwa orang asing selama ini telah memanfaatkan bumi Indonesia. Selain itu, pos-pos yang dibangun di sekitar daerah perbatasan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, misalnya dengan membuka akses perdagangan laut, dengan melakukan proses jual beli, dan membuka pasar-pasar tradisional. Jika hal itu diterapkan dan dikelola dengan baik, maka akan terjalin hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Warga bisa mendapat keuntungan materil, para anggota TNI bisa melakukan pengawasan dengan baik, dan negara asing pun jika ingin melakukan jual beli di daerah perbatasan juga di perbolehkan. Dengan hal itu, kita bisa mewujudkan keutuhan bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis, adil, makmur, dan sejahtera secara merata di seluruh pelosok tanah air

1 komentar:

Posting Komentar